Jumat, 08 Oktober 2010

Sistem Informasi Manajemen

Sistem Informasi Manajemen merupakan sistem informasi yang menghasilkan hasil keluaran (output) dengan menggunakan masukan (input) dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tertentu dalam suatu kegiatan manajemen.
Tujuan Umum
• Menyediakan informasi yang dipergunakan di dalam perhitungan harga pokok jasa, produk, dan tujuan lain yang diinginkan manajemen.
• Menyediakan informasi yang dipergunakan dalam perencanaan, pengendalian, pengevaluasian, dan perbaikan berkelanjutan.
• Menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan.
Ketiga tujuan tersebut menunjukkan bahwa manajer dan pengguna lainnya perlu memiliki akses ke informasi akuntansi manajemen dan mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Informasi akuntansi manajemen dapat membantu mereka mengidentifikasi suatu masalah, menyelesaikan masalah, dan mengevaluasi kinerja (informasi akuntansi dibutuhkan dam dipergunakan dalam semua tahap manajemen, termasuk perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan).
Proses Manajemen
Proses manajemen didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas:
• Perencanaan, formulasi terinci untuk mencapai suatu tujuan akhir tertentu adalah aktivitas manajemen yang disebut perencanaan. Oleh karenanya, perencanaan mensyaratkan penetapan tujuan dan identifikasi metode untuk mencapai tujuan tersebut.
• Pengendalian, perencanaan hanyalah setengah dari peretempuran. Setelah suatu rencana dibuat, rencana tersebut harus diimplementasikan, dan manajer serta pekerja harus memonitor pelaksanaannya untuk memastikan rencana tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Aktivitas manajerial untuk memonitor pelaksanaan rencana dan melakukan tindakan korektif sesuai kebutuhan, disebut kebutuhan.
• Pengambilan Keputusan, proses pemilihan diantara berbagai alternative disebut dengan proses pengambilan keputusan. Fungsi manajerial ini merupakan jalinan antara perencanaan dan pengendalian. Manajer harus memilih diantara beberapa tujuan dan metode untuk melaksanakan tujuan yang dipilih. Hanya satu dari beberapa rencana yang dapat dipilih. Komentar serupa dapat dibuat berkenaan dengan fungsi pengendalian.


Bagian
SIM merupakan kumpulan dari sistem informasi:
• Sistem informasi akuntansi (accounting information systems), menyediakan informasi dan transaksi keuangan.
• Sistem informasi pemasaran (marketing information systems), menyediakan informasi untuk penjualan, promosi penjualan, kegiatan-kegiatan pemasaran, kegiatan-kegiatan penelitian pasar dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pemasaran.
• Sistem informasi manajemen persediaan (inventory management information systems).
• Sistem informasi personalia (personal information systems).
• Sistem informasi distribusi (distribution information systems).
• Sistem informasi pembelian (purchasing information systems).
• Sistem informasi kekayaan (treasury information systems).
• Sistem informasi analisis kredit (credit analysis information systems).
• Sistem informasi penelitian dan pengembangan (research and development information systems).
• Sistem informasi analisis software
• Sistem informasi teknik (engineering information systems).

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Sistem Informasi Akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang merubah data transaksi bisnis menjadi informasi keuangan yang berguna bagi pemakainya
Sistem inforamsi akuntansi sangat diperlukan bagi pemakai akuntansi yaitu pihak luar(ekstern) oragnisasi perusahaandan pihak dalam(intern) oraganisasi perusahaan. Kebutuhan para pemakai ekstern dapat dipenuhi dengan adanya publikasi laporan laba/rugi. Sedangkan para pemakai intern dapat memenuhi kebutuhan informasi akuntansinya untuk mencapai nilai ekonomis (laba) perusahaan semaksimal mungkin.

TUJUAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
1. Untuk mendukung operasi-operasi sehari-hari (to Support the –day-to-day operations).
2. Mendukung pengambilan keputusan manajemen (to support decision making by internal decision makers).
3. Untuk memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan pertanggung-jawaban (to fulfill obligations relating to stewardship).
Dalam SIA ada 2 pemakai informasi akuntansi yaitu:
1. Pihak ekstern
– Para langganan
– Para leveransir (supplier)
– Para pemegang saham (stockholder)
– Para pegawai
– Para pemberi pinjaman
– Instansi Pemerintah
2. Pihak Intern
SIA menyiapkan informasi bagi manajemen dengan melaksanakan operasi-operasi tertentu atas semua data sumber yang diterimanya dan juga mempengaruhi hubungan organisasi perusahaan dengan lingkungan sekitarnya.
PROSES APLIKASI SIA
Pemakai


Sumber Data Umpan Balik Penghasil Informasi



Pengumpulan data Pemrosesan data manajemen database

Kamis, 19 Agustus 2010

Raden Ajeng Kartini (1879-1904)

C © updated 02052004
► e-ti

Nama:
Raden Ajeng Kartini

Lahir:
Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879

Meninggal:
Tanggal 17 September 1904, (sewaktu melahirkan putra pertamanya)

Pendidikan:
E.L.S. (Europese Lagere School), setingkat sekolah dasar

Suami:
Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang

Prestasi:
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Rembang

Kumpulan surat-surat:
Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Penghormatan:
- Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional
- Hari Kelahirannya tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari besar

Sumber:
- Album Pahlawan Bangsa Cetakan ke 18, penerbit PT Mutiara Sumber Widya
- Wajah-Wajah Nasional cetakan pertama. Karangan: Solichin Salam

Raden Ajeng Kartini (1879-1904)


Pejuang Kemajuan Wanita


Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.

Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.

Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.

Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.

Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya.

Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah.

Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli "Max Havelaar" dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa.

Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali.

Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma.

Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.

Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia sering menulis surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria.

Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari.

Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda, usia 25 tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika melahirkan putra pertamanya.

Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.

Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional.

Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya.

Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.

Itu semua adalah sisa-sisa dari kebiasaan lama yang oleh sebagian orang baik oleh pria yang tidak rela melepaskan sifat otoriternya maupun oleh sebagian wanita itu sendiri yang belum berani melawan kebiasaan lama. Namun kesadaran telah lama ditanamkan kartini, sekarang adalah masa pembinaan. ► juka-atur



*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Pangeran Diponegoro (1785-1855)

C © updated 03072004
► e-ti/depdiknas


Nama:
Pangeran Diponegoro

Nama Kecil:
Raden Mas Ontowiryo

Lahir:
Yogyakarta, 11 Nopember 1785

Meninggal:
Ujungpandang, 8 Januari 1855

Ayah:
Sutan Hamengku Buwono III

Tanda Kehormatan:
Pahlawan Nasional

Pangeran Diponegoro (1785-1855)


Pejuang Berhati Bersih


Dilahirkan dari keluarga Kesultanan Yogyakarta, memiliki jiwa kepemimpinan dan kepahlawanan. Hatinya yang bersih dan sebagai seorang pangeran akhirnya menuntunnya menjadi seorang yang harus tampil di depan guna membela kehormatan keluarga, kerajaan, rakyat dan bangsanya dari penjajahan Belanda.



Namun resiko dari kebersihan hatinya, ia ditangkap oleh Belanda dengan cara licik, rekayasa perundingan. Namun walaupun begitu, beliau tidak akan pernah menyesal karena beliau wafat dengan hati yang tenang, tidak berhutang pada bangsanya, rakyatnya, keluarganya, terutama pada dirinya sendiri.

Kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati, kepemimpinan, kepahlawanan, itulah barangkali sedikit sifat yang tertangkap bila menelusuri perjalanan perjuangan Pahlawan kita yang lahir di Yogyakarta tanggal 11 November 1785, ini.

Pangeran Diponegoro yang bernama asli Raden Mas Ontowiryo, ini menunjukkan kesederhanaan atau kerendahan hatinya itu ketika menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengku Buwono III untuk mengangkatnya menjadi raja. Beliau menolak mengingat bunda yang melahirkannya bukanlah permaisuri.

Bagi orang-orang yang tamak akan kedudukan, penolakan itu pasti sangat disayangkan. Sebab bagi orang tamak, jangankan diberi, bila perlu merampas pun dilakukan. Melihat penolakan ini, sangat jelas sifat tamak tidak ada sedikitpun pada Pangeran ini. Yang ada hanyalah hati yang bersih. Beliau tidak mau menerima apa yang menurut beliau bukan haknya. Itulah sifat yang dipertunjukkannya dalam penolakan terhadap tawaran ayahnya tersebut.

Namun sebaliknya, beliau juga akan memperjuangkan sampai mati apa yang menurut beliau menjadi haknya. Sifatnya ini jelas terlihat jika memperhatikan sikap beliau ketika melihat perlakuan Belanda di Yogyakarta sekitar tahun 1920. Hatinya semakin tidak bisa menerima ketika melihat campur tangan Belanda yang semakin besar dalam persoalan kerajaan Yogyakarta. Berbagai peraturan tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah Belanda menurutnya sangat merendahkan martabat raja-raja Jawa. Sikap ini juga sangat jelas memperlihatkan sifat kepemimpinan dan kepahlawanan beliau.

Sebagaimana diketahui bahwa Belanda pada setiap kesempatan selalu menggunakan politik ‘memecah-belah’-nya. Di Yogyakarta sendiri pun, Pangeran Diponegoro melihat, bahwa para bangsawan di sana sering di adu domba Belanda. Ketika kedua bangsawan yang diadu-domba saling mencurigai, tanah-tanah kerajaan pun semakin banyak diambil oleh Belanda untuk perkebunan pengusaha-pengusaha dari negeri kincir angin itu.

Melihat keadaan demikian, Pangeran Diponegoro menunjukkan sikap tidak senang dan memutuskan meninggalkan keraton untuk seterusnya menetap di Tegalrejo. Melihat sikapnya yang demikian, Belanda malah menuduhnya menyiapkan pemberontakan. Sehingga pada tanggal 20 Juni 1825, Belanda melakukan penyerangan ke Tegalrejo. Dengan demikian Perang Diponegoro pun telah dimulai.

Dalam perang di Tegalrejo ini, Pangeran dan pasukannya terpaksa mundur, dan selajutnya mulai membangun pertahanan baru di Selarong. Perang dilakukan secara bergerilya dimana pasukan sering berpindah-pindah untuk menjaga agar pasukannya sulit dihancurkan pihak Belanda. Taktik perang gerilya ini pada tahun-tahun pertama membuat pasukannya unggul dan banyak menyulitkan pihak Belanda.

Namun setelah Belanda mengganti siasat dengan membangun benteng-benteng di daerah yang sudah dikuasai, akhirnya pergerakan pasukan Diponegoro pun tidak bisa lagi sebebas sebelumnya. Disamping itu, pihak Belanda pun selalu membujuk tokoh-tokoh yang mengadakan perlawanan agar menghentikan perang. Akhirnya, terhitung sejak tahun 1829 perlawanan dari rakyat pun semakin berkurang.

Belanda yang sesekali masih mendapatkan perlawanan dari pasukan Diponegoro, dengan berbagai cara terus berupaya untuk menangkap pangeran. Bahkan sayembara pun dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Diponegoro sendiri tidak pernah mau menyerah sekalipun kekuatannya semakin melemah.

Karena berbagai cara yang dilakukan oleh Belanda tidak pernah berhasil, maka permainan licik dan kotor pun dilakukan. Diponegoro diundang ke Magelang untuk berunding, dengan jaminan kalau tidak ada pun kesepakatan, Diponegoro boleh kembali ke tempatnya dengan aman. Diponegoro yang jujur dan berhati bersih, percaya atas niat baik yang diusulkan Belanda tersebut. Apa lacur, undangan perundingan tersebut rupanya sudah menjadi rencana busuk untuk menangkap pangeran ini. Dalam perundingan di Magelang tanggal 28 Maret 1830, beliau ditangkap dan dibuang ke Menado yang dikemudian hari dipindahkan lagi ke Ujungpandang.

Setelah kurang lebih 25 tahun ditahan di Benteng Rotterdam, Ujungpandang, akhirnya pada tanggal 8 Januari 1855 beliau meninggal. Jenazahnya pun dimakamkan di sana. Beliau wafat sebagai pahlawan bangsa yang tidak pernah mau menyerah pada kejaliman manusia. ► juka



*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Gelora Politik Revolusioner

MAJALAH TOKOH INDONESIA EDISI 24



Pembangunan di Era Bung Karno

Gelora Politik Revolusioner


Fase pertama pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Bung Karno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.


Kepemimpinan Bung Karno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut politik.


Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Bung Karno membiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR (DPGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945.


Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi baru menggantikan UUD 1945, Bung Karno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan Bung Karno. Pemilu tersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI.


Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.


Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.


Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi morat-marit. Sementara itu, para pemimpin Masjumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Kemudian, Bung Karno membubarkan kedua partai tersebut.


Pada fase kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM.


Namun di tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Saat itu yang menjadi Panglima Komando Mandala (pembebasan Irja) adalah Mayjen Soeharto.


Tahun 1964-965, Bung Karno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris.


Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Bung Karno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri. Kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali.


Menyadari kondisi tersebut, Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukan Pak Harto, sejalan dengan tuntutan rakyat ketika itu, membubarkan PKI. (Selengkapnya baca: Pak Harto Terkait G-30-S/PKI?)


Bung Karno, setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggungjawaban di dalam sidang istimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawaban Bung Karno ditolak. Kemudian Pak Harto diangkat selaku Pejabat Presiden. Pak Harto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI yang Kedua, Maret 1968.


Sementara pembangunan ekonomi, selama 22 tahun Indonesia merdeka, praktis dikesampingkan. Kalaupun ada, pembangunan ekonomi dilaksanakan secara sporadis, tanpa panduan APBN. Pembangunan dilakukan hanya dengan mengandalkan dana pampasan perang Jepang.


Dari dana pampasan perang itu, Bung Karno membiayai pembangunan fisik, antara lain, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Gedung Sarinah, Stadion Senayan, Bendungan Jatiluhur, Hotel Samudra Beach, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Bali Beach dan Sanur Beach di Bali.


Juga memulai membangun Gedung MPR/DPR, Tugu Monas dan Masjid Agung Istiqlal yang kemudian dirampungkan dalam era pemerintahan Pak Harto. Emas murni di pucuk Monas yang tadinya disebut 35 kilogram ternyata hanya 3 kilogram, kemudian disempurnakan pada era pemerintahan Orde Baru. ► e-ti/crs-sh, dari berbagai sumber

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Bung Karno Putra Sang Fajar

MAJALAH TOKOH INDONESIA EDISI 24



Proklamator:

Bung Karno Putra Sang Fajar


“Aku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri...



Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah ahli-warisnya.” Ir. Soekarno menuturkan kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.


Putra sang fajar yang lahir di Blitar, 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai, diberi nama kecil, Koesno. Ir. Soekarno, 44 tahun kemudian, menguak fajar kemerdekaan Indonesia setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh penjajah-penjajah asing.


Soekarno hidup jauh dari orang tuanya di Blitar sejak duduk di bangku sekolah rakyat, indekos di Surabaya sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ia tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Jiwa nasionalismenya membara lantaran sering menguping diskusi-diskusi politik di rumah induk semangnya yang kemudian menjadi ayah mertuanya dengan menikahi Siti Oetari (1921).


Soekarno pindah ke Bandung, melanjutkan pendidikan tinggi di THS (Technische Hooge-School), Sekolah Teknik Tinggi yang kemudian hari menjadi ITB, meraih gelar insinyur, 25 Mei 1926. Semasa kuliah di Bandung, Soekarno, menemukan jodoh yang lain, menikah dengan Inggit Ganarsih (1923).


Soekarno muda, lebih akrab dipanggil Bung Karno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia), 4 Juni 1927. Tujuannya, mendirikan negara Indonesia Merdeka. Akibatnya, Bung Karno ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah Hindia Belanda. Ia dijeboloskan ke penjara Sukamiskin, Bandung, 29 Desember 1949.



Di dalam pidato pembelaannya yang berjudul, Indonesia Menggugat, Bung Karno berapi-api menelanjangi kebobrokan penjajah Belanda.


Bebas tahun 1931, Bung Karno kemudian memimpin Partindo. Tahun 1933, Belanda menangkapnya kembali, dibuang ke Ende, Flores. Dari Ende, dibuang ke Bengkulu selama empat tahun. Di sanalah ia menikahi Fatwamati (1943) yang memberinya lima orang anak; Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati dan Guruh Soekarnoputri.


Soekarno adalah seorang cendekiawan yang meninggalkan ratusan karya tulis dan beberapa naskah drama yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbitkan dengan judul Dibawah Bendera Revolusi, dua jilid. Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut, tulisan pertamanya (1926), berjudul, Nasionalisme, Islamisme, dan Marxism, bagian paling menarik untuk memahami gelora muda Bung Karno.


Tahun 1942, tentara pendudukan Belanda di Indonesia menyerah pada Jepang. Penindasan yang dilakukan tentara pendudukan selama tiga tahun jauh lebih kejam. Di balik itu, Jepang sendiri sudah mengimingi kemerdekaan bagi
Indonesia.Penyerahan diri Jepang setelah dua kota utamanya, Nagasaki dan Hiroshima, dibom atom oleh tentara Sekutu, tanggal 6 Agustus 1945, membuka cakrawala baru bagi para pejuang Indonesia. Mereka, tidak perlu menunggu, tetapi merebut kemerdekaan dari Jepang.


Setelah persiapan yang cukup panjang, dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs Muhammad Hatta, mereka memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 52 (sekarang Jln. Proklamasi), Jakarta. ► e-ti/crs-sh

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Soekarno Menggugat

Soekarno Menggugat


Oleh Asvi Warman Adam*

Tidak banyak diketahui umum bahwa tahun 1965-1967 Presiden Soekarno sempat berpidato paling sedikit sebanyak 103 kali. Yang diingat orang hanyalah pidato pertanggungjawabannya, Nawaksara, yang ditolak MPRS tahun 1967. Dalam memperingati 100 tahun Bung Karno, tahun 2001 telah diterbitkan kumpulan pidatonya. Namun, hampir semuanya disampaikan sebelum peristiwa G30S 1965.

Kumpulan naskah ini diawali pidato 30 September 1965 malam (di depan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta) dan diakhiri pidato 15 Februari 1967 (pelantikan beberapa Duta Besar RI). Pidato-pidato Bung Karno (BK) selama dua tahun itu amat berharga sebagai sumber sejarah. Ia mengungkapkan aneka hal yang ditutupi bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru. Dari pidato itu juga tergambar betapa sengitnya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Di pihak lain, terlihat pula kegetiran seorang presiden yang ucapannya tidak didengar bahkan dipelintir. Soekarno marah. Ia memaki dalam bahasa Belanda.

Konteks pidato

Periode 1965-1967 dapat dilihat sebagai masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Dalam versi pemerintah, masa ini dilukiskan sebagai era konsolidasi kekuatan pendukung Orde Baru (tentara, mahasiswa, dan rakyat) untuk membasmi PKI sampai ke akarnya serta pembersihan para pendukung Soekarno.

Mulai tahun 1998 di Tanah Air dikenal beberapa versi sejarah yang berbeda. Selain menonjolkan keterlibatan pihak asing seperti CIA, juga muncul tudingan terhadap keterlibatan Soeharto dalam "kudeta merangkak", yaitu rangkaian tindakan dari awal Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dan ditetapkannya Soeharto sebagai pejabat Presiden tahun 1967. "Kudeta merangkak" terdiri dari beberapa versi (Saskia Wieringa, Peter Dale Scott, dan Subandrio) dan beberapa tahap.

Substansi pidato

Setelah peristiwa G30S, Soekarno berusaha mengendalikan keadaan melalui pidato-pidatonya.

"Saya komandokan kepada segenap aparat negara untuk selalu membina persatuan dan kesatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner. Dua, Menyingkirkan jauh-jauh tindakan-tindakan destruktif seperti rasialisme, pembakaran-pembakaran, dan perusakan-perusakan. Tiga, menyingkirkan jauh-jauh fitnahan-fitnahan dan tindakan-tindakan atas dasar perasaan balas dendam."

Ia juga menyerukan "Awas adu domba antar-Angkatan, jangan mau dibakar. Jangan gontok-gontokan. Jangan hilang akal. Jangan bakar-bakar, jangan ditunggangi". Dalam pidato ia menyinggung Trade Commission Republik Rakyat Tiongkok di Jati Petamburan yang diserbu massa karena ada isu Juanda meninggal diracun dokter RRT. Padahal, beliau wafat akibat serangan jantung. Soekarno menentang rasialisme yang menjadikan warga Tionghoa sebagai kambing hitam.

Dalam pidato 20 November 1965 di depan keempat panglima Angkatan di Istana Bogor BK mengatakan, "Ada perwira yang bergudul. Bergudul itu apa? Hei, Bung apa itu bergudul? Ya, kepala batu." Tampaknya ucapannya itu ditujukan kepada Soeharto. Pada kesempatan yang sama Soekarno menegaskan, "Saya yang ditunjuk MPRS menjadi Panglima Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio. Bukan Leimena…. Bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto, dan seterusnya (berbeda dengan nama tokoh lain, Soeharto disebut dua kali dan secara berturut-turut).

Mengapa Soekarno tak mau membubarkan PKI, padahal ini alasan utama kelompok Soeharto menjatuhkannya dari presiden. Karena dia konsisten dengan pandangan sejak tahun 1925 tentang Nas (Nasionalisme), A (Agama), dan Kom (Komunisme). Dalam pidato ia menegaskan, yang dimaksudkan dengan Kom bukanlah Komunisme dalam pengertian sempit, melainkan Marxisme atau lebih tepat "Sosialisme". Meskipun demikian Soekarno bersaksi "saya bukan komunis". Bung Karno juga mengungkapkan keterlibatan pihak asing yang memberi orang Indonesia uang Rp 150 juta guna mengembangkan "the free world ideology". Ia berseru di depan diplomat asing di Jakarta, "Ambassador jangan subversi."

Tanggal 12 Desember 1965 ketika berpidato dalam rangka ulang tahun Kantor Berita Antara di Bogor, Presiden mengatakan tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Demikian pula tidak ada mata yang dicungkil seperti ditulis pers.

Peristiwa pembantaian di Jawa Timur diungkapkan Soekarno dalam pidato di depan HMI di Bogor 18 Desember 1965. Soekarno mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan sadis, orang bahkan tidak berani menguburkan korban.

"Awas kalau kau berani ngrumat jenazah, engkau akan dibunuh. Jenazah itu diklelerkan saja di bawah pohon, di pinggir sungai, dilempar bagai bangkai anjing yang sudah mati."

Dalam kesempatan sama, Bung Karno sempat bercanda di depan mahasiswa itu, "saya sudah 65 tahun meski menurut Ibu Hartini seperti baru 28 tahun. Saya juga melihat Ibu Hartini seperti 21 tahun."

Gaya bahasa Soekarno memang khas. Ia tidak segan memakai kata kasar tetapi spontan. Beda dengan Soeharto yang memakai bahasa halus tetapi tindakannya keras. Di tengah sidang kabinet, di depan para Menteri, Presiden Soekarno tak segan mengatakan "mau kencing dulu" jika ia ingin ke belakang . Ketika perintahnya tidak diindahkan, ia berteriak "saya merasa dikentuti". Pernah pula ia mengutip cerita Sayuti Melik tentang kemaluannya yang ketembak. Namun, di lain pihak ia mahir menggunakan kata-kata bernilai sastra, "Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."

Dalam pidato 30 September 1965 ia sempat mengkritik pers yang kurang tepat dalam menulis nama anak-anaknya. Nama Megawati sebetulnya Megawati Soekarnaputri, bukan Megawati Soekarnoputri. Demikian pula dengan Guntur Soekarnaputra.

Di balik pidato

Apa yang disampaikan Soekarno dalam pidato-pidatonya merupakan bantahan atas apa yang ditulis media. Monopoli informasi sekaligus monopoli kebenaran adalah causa prima dari Orde Baru. Umar Wirahadikusumah mengumumkan jam malam mulai 1 Oktober 1965, pukul 18.00 sampai 06.00 pagi, dan menutup semua koran kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Koran-koran lain tidak boleh beredar selama seminggu. Waktu sepekan ini dimanfaatkan pers militer untuk mengampanyekan bahwa PKI ada di belakang G30S.

Meski masih berpidato dalam berbagai kesempatan, pernyataan BK tidak disiarkan oleh koran-koran. Bila Ben Anderson di jurnal Indonesia terbitan Cornell mengungkapkan hasil visum et repertum dokter bahwa kemaluan jenderal tidak disilet dalam pembunuhan di Lubang Buaya 1 Oktober 1965, jauh sebelumnya Soekarno dengan lantang mengatakan, 100 silet yang dibagikan untuk menyilet kemaluan jenderal itu tidak masuk akal.

Dalam pidatonya terdengar keluhan. Misalnya, di Departemen P dan K orang-orang yang mendukung BK dinonaktifkan. Sebetulnya seberapa drastiskah merosotnya kekuasaan yang dipegangnya?

Presiden Soekarno masih sempat melantik taruna AURI dan berpidato dalam peringatan 20 tahun KKO. Paling sedikit Angkatan Udara, Marinir, dan sebagian besar tentara Kodam Brawijaya masih setia kepada Bung Karno. Tetapi kenapa ia hanya sekadar berseru "jangan gontok-gontokan antarangkatan bersenjata". Kenapa ia tidak memerintahkan tentara yang loyal kepadanya untuk melawan pihak yang ingin menjatuhkannya?

Soekarno tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama bangsa. Dalam skala tertentu, yang tidak diharapkan Bung Karno itu telah terjadi setelah ia meninggal . Demikian pula yang kita lihat hari ini di Aceh. Sebuah wilayah yang pada tahun 1945 para ulamanya menyerukan rakyat mereka untuk berdiri di belakang Bung Karno. (*Dr Asvi Warman Adam Sejarawan LIPI) ► e-ti

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)